Mylampung

Informing with Integrity, Reporting with Clarity.

Diskualifikasi Pasangan Wahdi-Qomaru: Keputusan Tegas KPU atau Kontroversi Hukum?

MYLAMPUNG.COM – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Metro mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Wahdi Sirajuddin-Qomaru Zaman, dari Pemilihan Wali Kota Metro Lampung 2024, memicu polemik panas. Langkah ini diambil menyusul vonis Pengadilan Negeri Kota Metro terhadap Qomaru Zaman atas pelanggaran pidana pemilu, yang berujung pada denda. Namun, keputusan KPU ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk kuasa hukum pasangan Wahdi-Qomaru dan kalangan akademisi.

KPU: Keputusan Sesuai Aturan
Dalam pengumuman resminya pada 20 November 2024, KPU Kota Metro menyebut bahwa diskualifikasi didasarkan pada rekomendasi Bawaslu, melalui Surat Nomor 305/PP.00.02/K.LA-15/11/2024, yang merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Kota Metro Nomor 191/Pid.Sus/2024/PN.Met tertanggal 1 November 2024. “Kami hanya menjalankan amanah undang-undang dan tindak lanjut dari rekomendasi Bawaslu,” ujar seorang komisioner KPU yang tidak ingin disebutkan namanya.
KPU menegaskan bahwa tindakan ini diambil untuk menjaga integritas pemilu dan memastikan semua peserta mematuhi aturan. Namun, langkah ini memicu respons keras dari pihak terkait.

Kuasa Hukum Wahdi-Qomaru: Keputusan Tidak Sah
Kuasa hukum paslon Wahdi-Qomaru menyebut diskualifikasi ini cacat hukum. “Pasal 71 Ayat 3 yang dilanggar klien kami tidak dapat dijadikan dasar diskualifikasi menurut Undang-Undang Pilkada. Ini adalah langkah yang tidak sesuai dengan peraturan hukum,” tegasnya.
Mereka juga mempertanyakan waktu pengambilan keputusan oleh KPU, yang dilakukan sehari sebelum masa jabatan komisioner berakhir. “Apakah KPU masih memiliki kewenangan strategis pada masa transisi? Ini adalah persoalan serius yang harus dipertimbangkan,” tambah kuasa hukum.

Pandangan Akademisi: Polemik Demokrasi
Budiyono, akademisi hukum dari Universitas Lampung, turut mengkritisi keputusan KPU. Ia menilai keputusan ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. “Jika memang ada pelanggaran, seharusnya transparansi menjadi kunci untuk menghindari spekulasi,” ujarnya.
Budiyono mengusulkan tiga langkah untuk menyelesaikan polemik ini, yakni koreksi administratif oleh KPU Provinsi atau KPU RI, sengketa administratif di Bawaslu, dan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Jika dibawa ke PTUN, konsekuensinya bisa berupa penundaan pilkada hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap,” tambahnya.

Dinamika Politik Memanas
Di sisi lain, para pendukung Wahdi-Qomaru menilai langkah ini sebagai upaya menggugurkan pesaing kuat secara tidak adil. Dengan tersingkirnya pasangan nomor urut 2, konstelasi politik Metro Lampung diprediksi berubah drastis. Pasangan calon lainnya kini memiliki peluang lebih besar untuk merebut hati pemilih.
Keputusan KPU ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah ini murni langkah menegakkan hukum, atau ada nuansa politis yang tidak terlihat? Polemik ini menjadi ujian bagi integritas penyelenggara pemilu dan kematangan demokrasi Kota Metro

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *